Kohanudnas menuju Tekhnik Informatika


Pada saat kemerdekaan bangsa Indonesia diproklamasikan, negara kita belum memiliki pesawat terbang, semua pesawat yang ada di Indonesia masih dikuasai atau dimiliki oleh Jepang maupun Belanda. Pada tanggal 5 Oktober 1945, terjadi perubahan organisasi Angkatan Bersenjata. BKR telah berubah nama menjadi TKR. Sehingga TKR jawatan penerbangan pun mulai membuat perencanaan baru, termasuk di dalamnya adalah usulan untuk membentuk sekolah penerbang.


AURI (sekarang TNI AU) yang lahir pada tanggal 9 April 1946 dalam revolusi kemerdekaan dan hanya dibekali dengan beberapa rongsokan pesawat peninggalan Jepang, tidak mau menyerah begitu saja. Semangat untuk berjuang dan memikirkan perkembangan kemajuan Angkatan Udara tetap berjalan untuk menambah dan mengisi kekuatan dan kemampuan AURI.

Pada masa perang kemerdekaan, unsur-unsur pertahanan udara milik TNI umumnya masih merupakan bagian dari pada kesatuan infanteri ataupun kesatuan pertahanan pangkalan, sedang persenjataannya terbatas pada senjata PSU (Penangkis Serangan Udara) peninggalan tentara pendudukan Jepang dan Belanda. Tidak dapat dilupakan pula bahwa rakyat sangat berperan sebagai unsur pertahanan sipil di bidang pertahanan udara, antara lain bertindak sebagai “People Warning” (Early Warning) dan membantu penyelenggaraan perlindungan masyarakat terhadap bahaya udara.

Mengingat akan sangat perlunya dan sangat mendesaknya suatu Komando pengendalian tunggal dari pada Operasi Pertahanan Udara, sebagaimana telah dibuktikan dan dilihat pada Kohanudgab dalam rangka perjuangan Trikora tersebut. Para pimpinan Kohanud Angkatan dan Kohanudgab beserta Men/Pangau selalu mengadakan pertemuan-pertemuan dan rapat-rapat kusus untuk membuat suatu rencana agar adanya suatu pengendalian tunggal dari pada Operasi Pertahanan Udara tersebut.

LAHIRNYA KOHANUDNAS

Pada tanggal 9 Februari 1962 Presiden selaku Panglima tertinggi atas Angkatan Perang Republik Indonesia, mengeluarkan Kepres Nomor : 8/PLM-PS tahun 1962 tentang pembentukan Komando Pertahanan Udara Nasional yang disingkat dengan (Kohanudnas). Sedang mengenai susunan dan tugas Kohanudnas ditetapkan dengan Kepres Nomor : 265/PLT Tahun 1962. Semula Kohanudnas bermarkas di Jalan Tanah Abang Bukit – Jakarta, lalu pindah di Lanud Halim Perdanakusuma dan sampai dengan sekarang.

Komando Pertahanan Udara Nasional secara operasional membawahi komando-komando pertahanan udara yang ada di tiap-tiap angkatan dengan pengertian, alat-alat pertahanan udara yang telah ada di wilayah dan pada satuan-satuan Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan Udara, secara organisasi, administrasi dan taktis tetap di bawah masing-masing kepala staf angkatan masing-masing. Inilah uniknya Kohanudnas yang sedari awal tidak memiliki kekuatan sendiri namun meinjam kekuatan yang berada dalam pembinaan komando lainnya. Oleh karenanya pada waktu itu unsur-unsur pertahanan udara angkatan harus ditingkatkan, yaitu unsur Hanud AD yang telah ditingkatkan menjadi Kohanud AD, unsur Hanud AL ditingkatkan menjadi Kohanud AL. Unsur Hanud AURI sendiri seharusnya langsung di bawah Kohanudnas. Namun karena secara organisasi, Kohanudnas tidak berada di bawah Mabes AURI maka pada akhirnya didirikan Kohanud AURI.

Sesuai dengan perkembangan sistem persenjataan ABRI (sekarang TNI) dan perkembangan teknologi selanjutnya unsur-unsur pertahanan udara dari angkatan yang merupakan komponen dari pada Kohanudnas tersebut, telah diperlengkapi dengan alat-peralatan serta persenjataan yang modern untuk mengimbangi kemajuan dalam sistem pertahanan udara nasional. Sementara itu satuan-satuan pancargas MiG-15/17/21, satuan-satuan radar dan peluru kendali darat udara sebagai unsur hanud AURI menjadi salah satu komponen utama dalam Kohanudnas, merupakan kekuatan penyangga untuk Kohanudnas dalam mencegah dan melindungi daerah vital nasional kita dalam rangka menghadapi Operasi Dwikora. Dengan dislokasi di daerah Sumatra adalah pesawat-pesawat MiG-15/17/21 ditambah dengan radar-radar. Untuk daerah Jawa pesawat-pesawat MiG-15/17/19/21 ditambah radar dan peluru kendali, serta daerah Kalimantan MiG-17 ditambah radar-radar.



PEMBENTUKAN SOC

Embrio dari Kohanudnas terbentuk tahun 1958 sebagai sebuah organisasi bernama SOC (Sector Operation Centre). Organisasi ini berfungsi sebagai komando pengendali unsur-unsur pertahanan udara dalam memberikan perlindungan kepada daerah Jakarta dan Bandung terhadap kemungkinan serangan udara PRRI/Permesta. Unsur pertahanan udara yang dimiliki oleh SOC adalah satuan pancargas “Vampire”, unsure kekuatan Pasukan Pertahanan Pangkalan (PPP), Pasukan Penangkis Serangan Udara (PPSU), dan pesawat P-51 Mustang, serta unsur artileri pertahanan udara (Arhanud) milik Angkatan Darat. Kapten Udara Ignatius Dewanto yang berhasil menembak B-26 Invader AUREV pada tanggal 18 Mei 1958, yang diterbangkan agen CIA bernama Allan Pope.

SOC membuktikan peran besarnya dalam peyelenggaraan pertahanan udara di masa itu. Hal itu ditunjukkan dengan dapat dilumpuhkannya kekuatan udara PRRI/Permesta dalam waktu yang singkat.

Selanjutnya, unsur-unsur pertahanan udara dari Angkatan Udara tersebut diperluas dengan satuan-satuan pancargas MiG-15, MiG-17 dan Satuan-Satuan Radar yang mampu secara aktif untuk mengadakan pertahanan udara terbatas di wilayah Indonesia bagian barat. Kapten Udara Leo Wattimena (mantan PangKohanudnas) menjadi Komandan Skadron Udara pertama AURI pada tahun 1955.



BERTAHAN DALAM KETERBATASAN

Canggih sistem senjata yang dimiliki, namun berada dalam suasana yang serba tradisional di era 60-an, tentunya memberikan nuansa tersendiri dalam pelaksanaan tugas. Tidak hanya para teknisi yang ada di lapangan ataupun para personel Kohanudnas yang bekerja di radar ataupun di dalam ruang yuda, bahkan para penerbang pun harus rela tidur di tenda di tepi hutan saat melaksanakan operasi udara di pangkalan-pangkalan kecil yang memang tidak memiliki dukungan yang memadai.

Bila kita melihat para teknisi yang menyiapkan pesawat-pesawat buru sergap MiG-21 maka akan terlihat sisi yang berbeda bila dibandingkan dengan kecanggihan pesawatnya. Bila pesawatnya bisa menggetarkan musuh negara maka para teknisi itu harus rela menggunakan baju tambalan, berangkat ke kantor menggunakan sepeda dayung dan makan nasi jagung di rumah.

Di Kohanudnas, pemandangan unik bisa kita lihat saat para personel menggambarkan gerakan pesawat yang sedang mengudara. Dalam sebuah ruangan yang cukup sederhana, lampu-lampu yang menyala redup, tampak ada sebuah lampu yang cukup terang yang menyorot pada sebuah papan yang terbuat dari fibre plastik yang disebut dengan plan set. Plan set yang transparan tersebut digunakan sebagai dasar untuk menggambarkan situasi dan manuver udara. Lucunya, untuk menggambarkan dengan baik, dibutuhkan personel yang pandai menulis terbalik dan sering disebut dengan seorang plotter.

Plan Set tersebut terpampang cukup besar yang di dalamnya tergambar peta wilayah yang dikontrol. Plotter akan berdiri dibelakang plan set sambil menggenggam pensil, yang setiap saat dituliskan pada papan plan set untuk menentukan posisi sebuah target setelah plotter tersebut mendapat laporan adanya “Lasa” (target musuh) dari stasiun radar yang tersebar di wilayah Kohanudnas. Sementara personel lainnya selalu memonitor dan mencatat setiap pergerakan target melalui sarana komunikasi radio dari stasiun radar yang ada dibawah jajaran Kohanudnas.

Dengan hanya berbekal peralatan komunikasi radio, personil Kohanudnas harus mampu mendeteksi dan mengidentifikasi target-target yang dilaporkan, sebab hanya dengan ketelitian dan kecermatan mereka mampu mengidentifikasi dengan sarana yang ada. Oleh karena itu untuk mengawaki tempat tersebut dibutuhkan personel yang cukup banyak untuk memenuhi kegiatan operasi, karena setiap perangkat dilakukan secara manual. Sedangkan sarana komunikasi yang digunakan masih menggunakan radio komunikasi jenis RF 301 buatan Amerika yang masih menggunakan teknologi tabung. Selain itu juga digunakan radio komunikasi jenis VHF dan HF bekas Rusia dengan kemampuan terbatas.

Itulah sebuah gambaran kegiatan Kohanudnas dengan peralatan yang sederhana harus mampu mengemban tugas operasi yang cukup berat. Hanya berbekal perangkat radio, peta situasi dan personil – personil yang cekatan Kohanudnas mampu melaksanakan operasi dan identifikasi sesuai dengan yang diharapkan. Kegiatan ini dilaksanakan secara terus menerus dan berlangsung lama, sampai adanya perubahan kebijakan dan kemajuan teknologi yang menghendaki data target dapat ditampilkan secara real time.





MASA KONSOLIDASI

Pada tahun 1965, bersamaan dengan adanya reorganisasi dan refungsionalisasi angkatan, maka Kohanud AD dan Kohanud AL dilikuidasi. Dengan adanya konsolidasi ABRI tersebut, maka Kohanudnas juga mengalami perubahan baik dalam status maupun susunan organisasi. Perubahan ini berdasarkan Keputusan Menteri Utama Hankam Nomor : Kep/A/168/1967 tentang penetapan Kohanudnas sebagai Komando Utama Operasional Hankam yang bersifat gabungan dan berfungsi sebagai komando kerangka, yang akan melaksanakan kegiatan-kegiatan pengembangan perencanaan strategis dan taktis dibidang pertahanan nasional di udara, kegiatan-kegiatan latihan serta penyempurnaan struktur dan prosedurnya. Kemudian berdasarkan Keputusan Menhankam/Pangab Nomor : Kep/A/369/1967 ditetapkan bahwa Panglima Kohanudnas dirangkap oleh Menteri/Pangau sedangkan sebagai pelaksana harian ditunjuk seorang perwira tinggi TNI AU dengan sebutan Wakil Panglima.

Untuk mendukung jalannya latihan penerbangan dan pengamatan radar, para teknisi menjalankan kanibalisasi pada komponen. Karena suku cadang yang diinginkan sudah tidak ada lagi di gudang, para teknisi melepas dari sistem lainnya. Dengan cara ini kegiatan operasi Kohanudnas tetap bisa dijalankan, walaupun disadari hal ini hanya bisa bertahan beberapa waktu.

Dukungan suku cadang yang semakin dipersulit oleh Rusia mengakibatkan menurunnya kuantitas dan kualitasnya. Pada tahun pertama pembekuan hubungan diplomatik, efeknya mungkin tidak terlalu terasa. Namun melewati tahun 1967, Kohanudnas sudah mulai menyadari bahwa kekuatan yang dimilikinya sedang menuju ambang kehancuran. Bahkan pesawat-pesawat MiG telah mengadakan farewell flight di atas wilayah udara Jakarta pada tahun tersebut. Bisa dibayangkan, pesawat canggih MiG-21 yang dibeli tahun 1962, hanya berusia lima tahun pengabdian. Padahal pesawat-pesawat tempur modern saat ini, seperti F-5 Tiger II, sampai sekarang telah mengabdi selama 24 tahun.

Ada perubahan yang menyolok dalam pembangunan sektor hankam pasca tahun 1966, setelah muncul orde baru dan apa yang disebut dengan Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita). Bila pada masa sebelumnya pembelian sistem senjata selalu bersifat crash program maka sesuai dengan Repelita, pembangunan sektor hankam, termasuk Kohanudnas bersifat bertahahp, berlanjut dan berkesinambungan. Dan langkah awal yang ditempuh adalah fase konsolidasi dan stabilisasi kekuatan. Pembangunan hankam hanya dibatasi pada bidang-bidang konsepsionil, konsolidasi dan stabilisasi kekuatan, penyempurnaan kekaryaan ABRI dan pelaksana civic action untuk menunjang Repelita, disebabkan terbatasnya kemampuan negara.

Pada periode tahun 1968-1971, berdasarkan Keputusan Presiden Nomor : 79 tahun 1969 maka Kohanudnas ditetapkan sebagai komando penuh integrasi ABRI. Selanjutnya berdasarkan Keputusan Menhankam/Pangab Nomor : Kep/A/496/IX/1970, Kohanudnas ditetapkan menjadi komando gabungan khusus (specified command) dan berdasarkan Naskah Kasau nomor : MBAU/0730/1/1/Ops tanggal 27 Nopember 1971 maka dimulailah perumusan-perumusan penyempurnaan organisasi dan prosedur Kohanudnas ke arah organisasi komando gabungan khusus, serta masuknya Kohanud ke dalam struktur Kohanudnas.



MENEGAKKAN SAYAP YANG PATAH

Pasca tahun 1966, Kohanudnas mengalami masa surut dalam sejarah perkembangannya. Pangkal masalahnya tidak lain adalah adanya embargo militer, akibat pemutusan hubungan diplomatik dengan negara blok timur, yang menimbulkan efek samping yang begitu dahsyat. Hampir seluruh sistem senjata menjadi lumpuh perlahan-lahan karena pasokan suku cadang telah diembargo.

Dampak paling terasa sebenarnya dialami Kohanud sebagai komando yang bertugas membina dan memelihara seluruh sistem senjata. Sedangkan Kohanudnas hanya sebagai komando pengguna. Namun demikian Kohanudnas sendiri tak urung mengalami kemerosotan dalam kemampuan melaksanakan operasi, karena sistem senjata yang berada di bawah jajaran Kohanud terkena embargo.

Seakan tidak peduli dengan krisis yang sedang terjadi, maka Kohanudnas tetap berbenah diri dan melaksanakan kegiatan seperti biasa. Pada tahun 1967, markas besar Kohanudnas di Jakarta membuat ketetapan baru yang merubah Air defence Command (ADC) yang berjumlah empat buah, diubah menjadi Komando Sektor Pertahanan Udara nasional (Kosekhanudnas) yang berjumlah tiga buah yaitu Kosekhanudnas I Jakarta, Kosekhanudnas II Makassar dan Kosekhanudnas III Medan.

Mengingat kemampuan yang dimiliki semakin menurun karena embargo, maka Kohanudnas mengambil kebijakan dengan mengurangi pengurangan jam operasi radar menjadi 10 jam per hari. Hal ini memang sangat beresiko pada kerawanan keamanan wilayah udara nasional, namun demi mempertahankan sistem radar yang ada saat itu, maka kebijakan tersebut terpaksa diambil.



KOHANUDNAS PADA PERIODE TAHUN 1976-1984

Pada tahun 1976, Berdasarkan Keputusan Menhankam/Pangab nomor : Kep/14/IV/1976 tentang pokok-pokok organisasi dan prosedur TNI AU, Kohanudnas adalah suatu Komando Utama Operasional Hankam/ABRI yang bersifat khusus dan berkedudukan sebagai suatu Komando Utama Fungsional TNI AU , yang mempunyai tanggung jawab operasional kepada Menhankan/Pangab dan pembinaan kepada Kasau.

Sebagai realisasi Keputusan Menhankam/Pangab nomor : Kep/14/IV/1976, bahwa Kohanudnas berkedudukan sebagai suatu Komando Utama Fungsional TNI AU, diadakan penyesuaian sebutan untuk Kosat Sergap menjadi Wing dan Satuan Buru Sergap T-33 dan F-86 menjadi Skadron 11 T-33 dan Skadron 14 F-86. Berdasarkan Keputusan Panglima Kohanudnas Nomor : Kep/A/015/VIII/1978 dan Instruksi Panglima Kohanudnas Nomor : Ins/002/VIII/1978 dan dengan Keputusan Kasau nomor : Kep/20/V/1980 tanggal 3 Mei 1980, Wing Buser menjadi Wing 300, Skadron 11 T-33 menjadi Skadron11, dan Skadron 14 F-86 menjadi Skadron 14.

Sesuai dengan Skep Menhankam/Pangab Nomor : Skep/02/I/1983 tahun 1983, Kohanudnas tetap dibebani 2 tugas kegiatan sekaligus yakni Kohanudnas adalah suatu Kotama Ops Hankam/ABRI yang bersifat Khusus dan berkedudukan pula sebagai suatu Komando Utama Fungsionil TNI AU, mempunyai tanggung jawab operasional kepada Menhankam/Pangab dan pembinaan personil kepada Kasau.

Berdasarkam Rapim ABRI tahun 1981/1982, telah dibentuk kelompok-kelompok untuk menangani hal/masalah yang perlu diselesaikan Mabes TNI diantaranya mengenai organisasi Kohanudnas. Dari hasil pembahasan adalah pemisahan antara bidang operasi dan pembinaan dari Kohanudnas, sebagai Komando Utama Operasional Hankam adalah Kohanudnas, sebagai Komando Utama TNI AU ( pembinaan ) adalah Kohanudnas dan Kosek Hanud berada dibawah Kohanudnas.

Pada dekade tahun 1980-an unsur tempur sergap ditambah dengan pesawat Tempur F-5 Tiger II dan A-4 Sky Hawk, penggelaran Radar Thomson diberbagai wilayah Indonesia, Kekuatan Hanud TNI Angkatan Darat diperkuat dengan meriam Hanud 57 mm, Rudal RBS-70, Rudal Rapier. Kemampuan kekuatan TNI Angkatan Laut juga ditingkatkan kemampuannya dengan radar Hanud dan Rudal pada kapal-kapal perang ( KRI ).

Berdasarkan Surat Keputusan Pangab nomor : Skep/02/P/I/1984 tanggal 26 Januari 1984, maka ditetapkan Kohanudnas sebagai Komando Utama Operasional ABRI, yang berkedudukan langsung dibawah Komando dan pengendalian Pangab. Untuk dapat mempertahankan seluruh Wilayah Negara dari serangan udara musuh, suatu sistim Pertahanan Udara mutlak diperlukan.

Sistim Pertahanan Udara tersebut disusun dan digelar sedemikian rupa sehingga mampu melindungi (men-cover) seluruh wilayah Negara tersebut. Adalah sangat ideal, apabila suatu Negara memiliki suatu sistim pertahanan udara yang kuat dan mampu melindungi seluruh wilayahnya beserta potensi yang terkandung didalamnya secara sempurna. Kemampuan yang demikian itu kecuali dapat mempertahankan Negara dari ancaman serangan dan pengintaian udara, juga akan merupakan suatu kekuatan pencegah (deterent power).



KOHANUDNAS SEBAGAI KOGABSUS

“Tugas Pokok Kohanudnas merupakan Kotama Operasi ABRI yang menyelenggarakan upaya Hankam terpadu atas wilayah udara Nasional secara mandiri ataupun bekerjasama dengan Kotama Operasi lainnya dalam rangka mewujudkan kedaulatan dan keutuhan serta kepentingan lain Negara kesatuan Republik Indonesia”

(Skep Pangab No : SKEP / 02 / P / I / 1984 tanggal 26 Januari 1984 )

Saat ini, Kohanudnas merupakan suatu komando gabungan khusus TNI yang bekerja berdasarkan fungsi. Pengertian dari Komando gabungan khusus adalah suatu komando gabungan yang dibentuk dari unsur-unsur bala pertahanan pusat dan kewilayahan dengan komposisi kemampuan fungsional masing-masing unsure sesuai kebutuhan operasi, dengan wewenang dan tanggung jawabnya adalah melaksanakan fungsi militer tertentu atau kampanye militer yang tidak terkait dengan wilayah tertentu. Komando gabungan khusus memiliki tugas pokok yang luas dan berlanjut, dipimpin oleh seorang panglima/komandan yang komosisinya terdiri atas komponen satu angkatan sebagai inti dan dibantu oleh satuan dari angkatan lain.

Kohanudnas merupakan dan mewujudkan suatu persatuan dan kesatuan dari semua kekuatan bangsa Indonesia umumnya, TNI khususnya dalam mempertahankan dan meyelamatkan rakyat dan wilayah negara Republik Indonesia dari setiap serangan udara yang menjadi perongrong, penghalang dan penghambat dari Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Kohanudnas menjadi tameng dari keagungan rakyat, bangsa dan negara republik Indonesia dalam tugasnya menyelamatkan dan mempertahankan tegaknya NKRI, serta merupakan alat-senjata yang ampuh dengan tugas-tugasnya untuk menghancurkan setiap serangan udara yang mengancam wilayah kedaulatan nasional.

Kohanudnas merupakan komando gabungan Khusus yang menyelenggarakan pengamanan dan pertahanan wilayah negara republik Indonesia dari setiap serangan udara sehingga terjaminnya keutuhan potensi nasional guna kelancaran perang pada umumnya.



SOC (SECTOR OPERATION CENTER)

Seperti yang telah disampaikan di depan, bahwa Kosekhanudnas yang berjumlah empat buah, memiliki sebuah ruangan yang digunakan untuk pengendalian Operasi Pertahanan Udara bernama Sector Operation Center (SOC). SOC merupakan jantung dari semua operasi udara yang dilaksanakan oleh Kohanudnas dan jajarannya.

Bila dilihat dari luar maka bangunan SOC memiliki bentuk bulat (dome) seperti bola besar. Di dalam SOC terdapat begitu banyak perangkat elektronik yang dikendalikan beberapa personel. Di ruangan itulah sistem komputer, komunikasi, komando, kendali dan informasi, dari sistem pertahanan udara nasional memainkan perannya.

Memang sudah menjadi resiko bagi setiap personel Angkatan Udara, khususnya Kohanudnas untuk tidak menikmati galmournya sebuah pekerjaan. Untuk mempertahankan wilayah udara NKRI, para personel SOC harus 24 jam duduk di dalam gedung SOC yang dingin dan sepi untuk memantau musuh negara yang mencoba menyusup dari udara.







KEKUATAN RADAR BARU

Pada akhir dekade 70-an, pemerintah mulai merasakan suatu peningkatan terhadap kemampuan sistem pertahanan udara kita, sehingga mengadakan belanja terhadap sistem senjata udara yang sangat besar. Dimana didalamnya terdapat proyek pembelian radar-radar permukaan. Radar yang terpilih untuk digelar dan menjadi tulang punggung sistem pertahanan udara kita adalah radar Thomson.

Di awal dekade 80-an, radar-radar baru Kohanudnas mulai berdatangan. Radar ini secara garis besar memiliki dua kategori fungsi yang khas yaitu radar Thomson tipe TRS 2215-R dengan kategori early warning (EW) dan ground control interceptor (GCI) serta radar Thomson tipe TRS 2215-D dengan kategori early warning (EW). Radar Thomson tipe 2215-R ditempatkan di beberapa satuan radar, seperti Satuan Radar 208 Dumai, Satuan Radar 204 Lhok Seumawe, Satuan Radar 251 Iswahjudi (sekarang diBuraen). Sedangkan radar Thomson tipe 2215-D ditempatkan di Satuan Radar 210 Sibolga dan Satuan Radar 209 Sabang.



KOHANUDNAS SAAT INI

Saat ini Kohanudnas telah berusia 47 tahun dan telah mengalami metamorfosa kekuatan. Banyak yang telah berubah dari KoHanudnas, baik secara kualitas maupun kuantitas.

Markas Kohanudnas saat ini masih berada di Lanud Halim Perdanakusuma Jakarta. Bila kita melihatnya akan nampak sebuah bangunan megah dan dibelakangnya memiliki sebuah bangunan yang digunakan sebagai Pusat Operasi Pertahanan Udara Nasional (Popunas). Dari dalam Popunas itulah Kohanudnas akan mengontrol semua operasi yang dilaksanakan oleh Kosek Hanudnas ataupun unsur-unsur lain yang berada dalam jajarannya.



TDAS

Berawal dari sebuah plan set yang serba manual, berubah menjadi Air Defence Operation Center yang serba elektronis dan komputer, dan terakhir Kohanudnas meningkatkan kemampuannya dengan instalasi sistem Tranmission Data Air Situation (TDAS). Yang istimewa alat ini dikembangkan sendiri bersama para ilmuwan muda dalama negeri.

Sejarah sistem Transmisi Data Air Situation (TDAS) dimulai pada pertengahan tahun 1995 dengan dimulainya penelitian data radar militer yang dilakukan oleh ITS Surabaya bekerjasama dengan para pakar radar Kohanudnas. Penelitian tersebut terarah pada bagaimana informasi situasi udara tergambar dalam data radar, dan bagaimana “percakapan” (atau dikenal dengan protokol) antara peralatan radar dan pemrosesnya saling berkomunikasi.

Fokus dari kegiatan penelitian ini adalah membongkar pola digital penempatan kode kode informasi situasi udara yang tercantum dalam aliran data yang dihasilkan oleh perangkat pemrosesan data radar. Berbekal dokumentasi yang hampir tidak dapat ditemukan mengenai pemetaan informasi protokol tersebut.

Pada tahun 1997, keseriusan penelitian yang dilakukan oleh para peneliti muda ITS Surabaya dengan dukungan sepenuhnya dari jajaran Kohanudnas mendapat kesempatan untuk menampilkan karyanya pada sebuah pameran militer yang diselenggarakan bersama Angkatan Bersenjata Australia di Balai Sudirman Jakarta. Pada pameran tersebut, tergelar secara “life”, pergerakan pesawat yang ditangkap dari dua buah radar militer yang berbeda jenisnya.

Tim kemudian melakukan presentasi kepada Panglima Kohanudnas saat itu, Marsda TNI Zeky Ambadar. Karena presentasi dan display track tersebut menarik bagi pengembangan kemampuan Kohanudnas, maka mulai diadakan proses negoisasi kepada Departemen Pertahanan dan Mabes TNI tentang realisasi dari program yang ditawarkan. Program ini merupakan terobosan baru perkembangan teknologi keudaraan bangsa Indonesia, dengan nama TDAS (Transmission Data Air Situation).

Dengan langkah kerja yang tepat dan dukungan semua pihak, dalam pengerjaan proyek TDAS ini mulai bisa mengatasi hambatan yaitu belum adanya program dan software yang mampu menerjemahkan bahasa radar sipil dan militer ke computer console. Dengan berkembangnya riset maka dalam waktu yang relatif singkat, dan sekali lagi berkat dukungan sepenuhnya dari Markas Besar TNI, Mabes TNI AU dan Kohanudnas sebagai penggunanya, pada akhir tahun 2001 mulailah dibangun dan digelar sistem TDAS. Pada bulan Maret 2002, para tim ahli tersebut akhirnya bisa menampilkan karyanya di Popunas dengan berhasil menciptakan beberapa terobosan program baru yang menyederhanakan penerjemahan bahasa radar serta sistim jaringan datanya. Sistem TDAS ini merupakan sebuah terobosan dengan mengintegrasikan radar-radar sipil untuk menambah cakupan (coverage) radar radar militer yang telah dimiliki oleh TNI. Radar-radar sipil yang fungsi utamanya sebagai alat navigasi udara oleh otoritas penerbangan sipil tidak menggantikan fungsi radar militer, akan tetapi menjadi komplemen bagi cakupan wilayah udara yang menjadi target pantauan Kohanudnas. Penambahan cakupan wilayah pantauan dengan radar sipil ini menjadi penting, karena untuk penambahan lokasi radar militer dalam fungsinya menjaga wilayah udara RI memerlukan biaya yang tidak sedikit.

KOHANUDNAS menggunakan Sistem Transmisi Data Air Situation (TDAS) untuk membantu mengamati ruang udara nasional, sehingga lalu lintas penerbangan di wilayah udara nasional dapat dipantau secara real time. Peralatan ini merupakan sebuah langkah berani di tengah kelesuan penyediaan suku cadang radar. Selain itu, penggunaan komponen COTS (component of the shelf) yang banyak ditemui di pasaran secara umum akan memudahkan perawatan sistem, yang pada akhirnya akan mendukung pengoperasian sistem.

Dalam rencana panjang ke depan, Kohanudnas bersama jajarannya dan Institusi Penerbangan Sipil akan menjadi partner link up dalam kerjasama sipil – militer memantau secara keseluruhan wilayah udara nasional meliputi pengendalian penerbangan non regular, dan pemanfaatan radar pengamatan udara yang selama ini dioperasikan terpisah oleh otoritas sipil dan militer.